BAB II
PEMBAHASAN
A.Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya Abdullah Abdurrahman abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Kota Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M dari keluarga ilmuan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan. Suatu jabatan yang jarang dijumpai dan mampu diraih orang pada masa itu. Sebelum menyeberang ke Afrika, keluarganya adalah para pemimpin politik di Moorish ( Spayol ) selama beberapa abad.
Ayahnya bernama Abu Abdullah Muhammad. Ia berkecimpung dalam bidang politik, kemudian mengundurkan diri dari bidang politik serta menekuni ilmu pengetahuan dan Kesufian (Abd Al-Rakman Ibn Khaldun, Jilid I, t.th.: 10-11). Ia ahli dalam bahasa dan sastra Arab. Ia meninggal pada 794 H/1384 Makibat wabah pes yang melanda Afrika Utara dengan meninggalkan lima orang anak. Ketika ayahnya meninggal, Ibn Khaldun baru berusia 18 tahun. Selanjutnya pada 1362 Ibn menyeberang Ke Spanyol dan bekerja pada Raja Granada. Di Granada, ia menjadi utusan raja untuk berunding dengan pedro (Raja Granada) dan Raja Castilla di Sevilla. Karena kecakapanya yang luar biasa, ia di tawari pula bekerja oleh penguasa Kristen saat itu. Sebagai imbalanya, tanah – tanah bekas milik keluarganya di kembalikan kepadanya. Akan tetapi, dari tawaran – tawaran yang ada, ia ahkirnya memilih tawaran untuk bekerja sama dengan Raja Granada. Ke sanalah ia memboyong keluarganya dari Afrika. Ia tidak lama tinggal di Granada. Ia selanjutnya kembali ke Afrika dan diangkat menjadi perdana menteri oleh Sultan Aljazair. Ketika antara tahun 1362-1375 terjadi pergolakan politik, Ibn khaldun terpaksa mengembara ke Maroko dan Spanyol.
Ibnu khaldun mengawali pendidikanya dengan membaca Al – Qur’an, Hadits, Fiqh, Sastra, Nahwu shorof, pada sarjana – sarjana terkenal pada waktu itu. Tunusia pada waktu itu merupakan pusat ulama’ dan sastrawan di daerah Maghrib. Dan umur 20 tahun ia bekerja sebagai sekertaris Sultan Fez di Maroko. Akan tetapi, setelah Tunisia dan sebagian besar kota – kota di Masyriq dan Maghrib di landa wabah Pes yang dahsyat pada 749 H, mengakibatkan ia tidak dapat melanjutkan studinya. Bahkan dalam peristiewa tersebut ia kehilangan orang tuanya dan beberapa orang pendidiknya. Dengan kondisi yang demikian, pada tahun 1362 ia pindah ke Spanyol.
Di antara pendidiknya Ibn Khaldun yang terkenal adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Saad Ibn Burral Al – Anshari. Darinya, ia belajar Al – Qur’an dan qiraat al-sab’ah. Selain itu, gurunya yang lain adalah Syaikh Abu Abdullah Ibn Al-Arabi Al-Hasayiri, Muhammad Al-Syawwas Al-Zarazli, Ahmad Ibn Al-Qassar, Syaikh Syamsudin Abu Abdullah Muhammad Al-Wadisyasyi ( belajar ilmu hadits, bahasa Arab, fiqh), dan Abdullah Muhammad Ibn As-Salam ( belajar kitab al-muwatha’ karya Imam Malik ), Muhammad Ibn Sulaiman Al-Satti Abd Al-Muhaimin Al-Hadrami dan Muhammad Ibn Ibrahim Al-Abili (belajar ilmu ilmu pasti, logika, dan seluruh ilmu /teknik kebijakan dan pengajaran di samping dua ilmu pokok, Al-Qur’an dan Hadits. Diantara sekian banyak pendidik tempat Ibn Khaldun menimba ilmu, ada dua orang yang dianggap paling berjasa terhadapnya, yaitu Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim Al-Billi dalam ilmu – ilmu filsafat dan Syaikh Abdul Muhaimin Ibnu Al-Hadrami dalam ilmu – ilmu agama. Dari kedua pendidik terseut, ia mempelajari Kitab – Kitab hadits seperti al-Kutub al-Sittah dan al-Muwattha’ (Ramayulis dan Samsul Nizar,2009:283).[1]
Karya - karya Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).[2]
A. Pemikiran ibnu khaldun tentang pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Khaldun, tujuan pendidikan beraneka ragam dan universal. Diantara tujuan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tujuan peningkatan pemikiran
Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktifitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan. Dengan menuntut ilmu dan keterampilan, seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Melalui proses belajar, manusia senantiasa mencoba meneliti pengetahuan-pengetahuan atau informasi-informasi yang diperoleh pendahulunya. Atas dasar pemikiran tersebut, tujuan pendidikan menurut ibnu Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan kemampuanya berfikir.
b. Tujuan Penningkatan Kemasyarakatan
Dari segi peningkatan kemasyarakatan Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan peradaban lumrah bagi perdaban manusia (Ibn Khaldun, Jilid I, t.th.: 1018). Untuk itu, manusia seyogianya senantiasa berusha memperoleh ilmu dan ketrampilan sebanyak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya.
c. Tujuan pendidikan dari segi keruhanian
Tujuan pendidikan dari segi keruhanian adalah dengan meningkatkan keruhanian manusia dengan menjalankan praktik ibadah, dzikr, khalawat, dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi (Ibn Khaldun, jilid I, t.th.: 1097).[3]
2. Kurikulum Pendidikan dan Klasifiksi Ilmu
Sebelum membahas pandangan Ibnu Khaldun mengenai kurikulum, perlu diketahui bahwa pengertian kurikulum pada zamannya berbeda dengan pengertian kurikulum masa kini (modern). Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukaan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab – kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Sedangkan pengertian kurikulum modern telah mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup konsep yang lebih luas, seperti tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan – pengetahuan, maklumat – maklumat, data kegiatan – kegiatan, pengalaman – pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan.[4]
Ibnu Khaldun membuat klasifikasi ilmu dan menerangkan pokok bahasanya bagi peserta didik. Ia menyusun kurikulum yang sesuai sebagai salah satu sarana untuk mencapai utjuan-tujuan pendidikan. Hal ini dilakukan karena kurikulum dan sistem pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik akan menjadikan mereka enggan dan malas belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama; kelompok ilmu lisan (bahasa): ilmu tentang tata bahasa (grametika), sastra, dan bahasa yang tersusun secara sistematis (syair). Kedua, kelompok ilmu naqli: ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Ketiga, kelompok ilmu aqli yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan untuk berfikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indra dan akal (Ramayulis dan Syamsul Nizar, 2009: 284).[5]
Sedangkan menurut Muhammad Jawad Rido, pandangan Ibnu Khaldun tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistemologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan syar’iyyah yang berkenaan dengan hukum dan ajaran agama Islam. Ilmu pengetahuan syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada “warta” otoritatif syar’i (Tuhan/Rosul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk “mengotak-atiknya”, kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Itu pun masih harus berada dalam kerangka diktum dasar “warta” otoritatif tersebut. Ilmu ini diantaranya adalah tentang Al-Qur’an, Hadits, prinsip-prinsip syari’ah, fiqh, teologi, dan sufisme.
b. Ilmu pengetahuan filosofis, yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya. Lingkup persoalan, prinsip-prinsip dasar dan metode pengembangannya sepenuhnya berdasar daya jangkau akal pikir manusia.
Ilmu pengetahuan filosofis meliputi:
1) Ilmu Mantik (logika), yakni ilmu yang menjaga proses penalaran dari hal-hal yang sudah diketahui agar tidak mengalami kesalahan.
2) Ilmu Pengetahuan Alam, yakni ilmu tentang realitas empiris-inderawan, baik berupa unsur-unsur atomik, bahan-bahan tambang, benda-benda angkasa maupun gerak alam jiwa manusia yang menimbulkan gerak dan sebagainya.
3) Ilmu Metafisika yakni hasil pemikiran tentang hal-hal metafisis.
4) Ilmu Matematika, ilmu ini meliputi empat disiplin keilmuan yang disebut al-Ta’lim yakni: a) Ilmu Ukur (al –Handasah); b) Ilmu Aritmatika; c) Ilmu Musik; d) Astronomi.[6]
3. Sifat-Sifat Pendidik
Seorang pendidik akan berhasil dalam tugasnya apabila memiliki sifat-sifat yang mendukung profesionalismenya. Sifat-sifat tersebut diantaranya
a. Pendidik hendaknya lemah lembut, senantiasa menjauhi sifat kasar, dan menjauhi hukuman yang merusak fisik dan psikis peserta didik, apalagi terhadap anak-anak kecil.
b. Pendidik hendaknya mejadikan dirinya sebagai uswah al-hasanh (teladan) bagi peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar